Back
/ 32
Chapter 3

Chapter 3

The Night Pleasure (Watty's 2021)

Ia mengacak rambut perlahan dan berusaha memahami perkataan dan perpisahan pemuda itu. Ia adalah pria yang terbiasa mendapatkan apa yang ia inginkan, tetapi ia sama sekali tidak tahu apa yang sebernarnya terjadi. Satu hal yang pasti, pemuda itu tidak akan bisa lolos darinya semudah itu.

Author POV

"Kau memang bajingan, Tae."

Pria bermata tajam itu tersenyum mendengar sindiran sahabatnya, saat mereka membuka kartu ditangan masing-masing. Dia menyadari bahwa kata-katu itu tidak serius, "Kalau begitu, bayangkan betapa bersyukurnya aku karena memiliki orang suci sepertimu, yang masih bersedia mengaku mengenalku di depan umum." ujar Taehyung balik.

Tawa Park Jimin membahana, menarik tatapan jengkel dari sahabat-sahabat mereka yang lain. Mereka berempat sedang berkumpul di Penthouse milik Kim Taehyung. Park Jimin, Jung Hoseok, dan Kim Namjoon adalah sahabat Taehyung semenjak dia kecil.

Mereka saat ini sedang merayakan kepulangan Taehyung setelah delapan tahun lamanya Taehyung menetap di New York, dan tak pernah sama sekali pulang ke tanah kelahirannya dan menjumpai sahabat-sahabatnya itu.

"Orang suci? Terima kasih, Tae! Kau pasti orang pertama dan terakhir yang menyebutku begitu, tapi aku akan dengan senang hati menerima gelar tak tepat itu. Apa yang akan dikatakan lain jika mereka mendengarku membual soal sebutanmu itu huh?" sarkas Jimin pada Taehyung sambil memantik cerutunya.

Gemerlap malam tak mempengaruhi kegiatan menyenangkan mereka kali ini. Duduk bersama di balkon, bermain poker secara bergilir, ditemani cahaya bulan.

Mereka memilih untuk menikmati semilir angin malam kali ini, sekaligus ajang menghilangkan kepenatan mereka setelah bekerja seharian di perusahaan masing-masing.

Taehyung menggeleng, menampilkan senyum singkat, "Ada yang mengatakan bahwa orang suci sekalipun bisa menjadi serigalanya, Jim." Tawa Jimin mereda, saat teringat masa lalu yang menyakitkan yang masih menghantui sahabatnya itu.

"Kau terlalu sensitif, Tae. Kejadian itu sudah delapan tahun yang lalu, dan jelas sekali, kau terbukti tidak bersalah atas kejadian yang dituduhkan padamu-"

"Itu bukan kejahatan yang dibuat-buat Jim." Taehyung memotong perkataan Jimin dengan tajam, tidak senang dengan topik pembicaraan yang terlontar. Namjoon dan Hoseok saling tatap, setelah mendengar berdebatan keduanya.

Mereka berempat sempat memberhentikan sementara kegiatan bermain kartu itu. Suasana pun terasa semakin dingin saat permasalahan itu kembali diungkit kepermukaan.

"Itu bukan kejahatanmu, Tae," lanjut Jimin. "Sialan! Lupakan saja." Taehyung berdiri dan mengambil uang hasil kemenangannya dalam satu ronde permainan poker itu.

"Pada waktunya nanti, Jim. Semua ada waktunya, tapi sekarang, biarkan saja bajingan itu melarikan diri sebelum melakukan sesuatu yang membahayakan. Aku pikir kau sudah membuat cukup banyak kehebohan dalam satu malam."

"Tae, tunggu dulu!" Jimin berdiri, menyamai langkah sahabatnya itu. "Lupakanlah jika memang itu yang kau inginkan, tapi jika aku sudah bertindak berlebihan dengan mengungkit itu, aku benar-benar minta maaf. Kita sudah terlalu lama bersahabat untuk membiarkan masalah ini mengganggu persahabatn kita."

Taehyung mengangguk, "Kau tidak melewati batas Jim, aku sudah lama tidak bersama sahabat-sahabatku dan tak ada yang patut disalahkan selain diriku sendiri."

Jimin dapat bernapas lega, dan ia tersenyum. " Baiklah kalau begitu, aku akan membiarkanmu sendirian kali ini, bila kau membutuhkan seseorang, kabari kami Tae, kau tak sendirian."

Jimin dan yang lainnya berpamitan pada Taehyung, menuju kediaman masing-masing. Membiarkan Taehyung menikmati waktunya sendiri, menenangkan diri dan mencari kesenangan lainnya. Sejak kecil Jimin selalu mengetahui keinginan Taehyung untuk menyendiri, yang menjadi pondasi persahabatan mereka yang kokoh.

Taehyung menghirup napas panjang untuk menjernihkan kepalanya. Tidak banyak yang berubah selama delapan tahun setelah kepergiannya, tapi ia menyadi bahwa di saat yang sama, ada banyak hal yang berubah. Ia telah berubah.

Ia menyiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, mendapati bahwa kehati-hatian adalah hal yang paling bijak untuk ia lakukan. Taehyung bukan penggemar pesta dan acara sosial lainya, apalagi ia juga terkenal sebagai CEO yang kurang ramah.

Bibirnya menyunggingkan senyum masam saat teringat julukan yang diberikan padanya 'Deadly CEO', ceo yang mematikan. Bisik-bisik yang mendorongnya untuk pergi ke NewYork kembali muncul seiring kepulangannya.

Para kolega cukup menjaga jarak dengannya, kecuali sahabat-sahabatnya seperti Jimin, Namjoon dan Hoseok, dan tak ada satupun pria atau pemuda yang berani mendekatinya. Pria mana yang mau memberikan perhatian pada seorang pembunuh sepertinya?

Kenangan akan teriakan puas pemuda itu bergema didalam pikirannya dan Taehyung menghela napas frustasi. 'Kucing' misteriusnya adalah pengalih perhatian yang tidak diharapkannya, tapi tubuh dan pikirannya enggan melupakan kenikmatan itu.

Sekarang ia bertekad untuk fokus pada rencananya, ia tak dapat mengenyahkan kenangan memabukan saat menyecap kulit porselein pemuda itu, rasa klimat dimulutnya, jemari pemuda itu yang bergetar memeluknya.

Siapa pemuda itu? Siapa makhluk yang memainkan permainan semacam itu, merayu pria asing hanya untuk menghilang tanpa jejak? Apakah tanpa sadar ia menyinggung pemuda itu sehingga menjauh?

Taehyung menggelengkan kepalanya, menyadir kekonyolan tersebut. Ia tak pernah menghina siapapun didepan umum, baik orang kalangan atas maupun rendah sekalipun.

Jadi kemungkinan besar pemuda itu telah keliru mengenalinya sebagai pria lain. Jelas sekali pemuda itu sama sekali tidak berpengalaman dalam permainan itu. Meski begitu, keberanian seorang pemuda yang mau mengambil risiko untuk mendekati pria didepan umum seperti kemarin, terlalu menggiurkan untuk di hiraukan.

Taehyung kembali menarik napas dan menghembuskannya, bertanya-tanya apakah ia harus berkompromi untuk mengungkap misteri pemuda itu. Ia memilih menegak habis winenya.

Cairan itu menyebarkan rasa panas ditenggorokannya, dan Taehyung menghela napas frustasi saat alkohol itu gagal mengalihkan perhatiannya dari masalah yang tak ingin ia pikirkan kembali.

Taehyung duduk diatas meja menatap buku besar dan catatan yang bertumpuk rapu menunggu perhatiannya. Ia terbiasa mengurus pekerjaannya seorang diri.

Melakukan investasi sahan dan perjalanan bisnis antar kolega tanpa bantuan sekretaris, yang bahwa Hoseok merupakan sahabatnya pun dari dulu sudah menjadi sekretaris pribadi diperusahaannya.

Reputasinya sebagai pengusaha yang tidak memiliki belas kasih dikuatkan dengan kehidupan pribadinya. Rumor bahwa ia telah membunuh tunangannya memberikan keuntungan baginya dimeja perundingan.

Setiap kali ia memberikan tatapan dingin pada seseorang dan mengatakan ia mengawasi keuangannya dan tak akan memaafkan mereka yang mencoba bermain dibelakangnya kelak akan menanggung akibatnya.

Tidak pernah ada tuntutan yang diajukan. Tidak pernah ada seorang pun yang dituntut atau didakwa atas kejahatan itu. Saat kejadian pembunuhan itu, Taehyung sedang berada di Hongkong mengurus bisnis, dan pihak berwajib membebaskannya dari tuduhan.

Tidak ada yang bisa ia lakukan, tapi rumor sudah terlanjur beredar luas. Pilihan yang diambilnya untuk pergi dari Korea, untuk berduka, malah menjadi kesalahan fatalnya.

Justru membuat dirinya terlhat seperti pria yang bersalah yang lari dari tanggung jawab. Ia hanya bisa tersenyum getir atas kelakuan bodohnya itu. Ia tidak mau membela diri hanya untuk membuat orang lain merasa senang.

Tentu saja masih ada Mingyu, bajingan yang merupakan mimpi buruknya itu. Mingyu tidak tersentuh, sangat populer di antara kalangan atas, dan Taehyung tak mempunya bukti untuk menuduh Mingyu, selain insting dan pengalamannya. Tidak ada gunanya menuduh Mingyu secara terbuka, tanpa bukti kuat yang mendukung.

Mingyu lah yang memicu rumor buruk tentangnya. Taehyung menyadari sumber kebencian mantan temannya itu dalah masalah pribadi. Taehyung mencintai almarhum tunangannya, Wonwoo. Dan pada saat itu Taehyung yakin yang membunuhnya adalah Mingyu.

Pertengkaran dan kecemburuan itu memicu semuanya. Faktanya Mingyu berada di Seoul saat Wonwoo terbunuh, ia memiliki akses untuk keluar masuk penthouse-nya. Mingyu jugalah yang menyebarkan fitnah hingga membuat semua mata tertuju pada Taehyung.

Dulu mereka adalah teman baik sekaligus rival, sebelum kejadian pembunuhan Wonwoo, Taehyung tak menanggapi serius ambisi Mingyu untuk mengalahkannya. Ia tak pernah membayangkan bahwa permainan itu akan berkembang terlaku jauh sampai membuat tunangannya terbunuh.

Semua jejak Wonwoo dirumahnya sudah disingkirkan. Taehyung mengamati ruangan itu. Mengingat momen mereka saat masih bertunangan. Setelah kematiannya, ia memerintahkan semua dekorasi diganti.

Ia bermaksud untuk menyingkirkan kenangan Wonwoo sepenuhnya, dan memulai hidup baru. Ia kembali ke Seoul setelah kepergiannya ke NewYork bukan untuk melarikan dari masa lalu, ia kembali untuk menuntaskan perkara ini.

Pada awal tahun ini, seorang koleganya mengirimi kabar bahwa kekayaan dan kekuasaan Mingyu sudah menurun drastis dan berada diambang kebangkrutan.

Itu adalah pancingan pertama yang mampu menarik Taehyung kembali ke Korea Mingyu, yang tak tersentuh sekarang mulai lemah. Hanya menunggu waktu sebelum obsesinya bertahun-tahun dulu, untuk membalaskan dendamnya.

Sekarang, ketika ia memiliki tekad kuat dan segenap energi untuk menjalankan rencana itu, seorang pemuda muncul dengan tangan gemetarnya membelai tubuhnya untuk menyalurkan rasa butuh dan rasa takutnya.

Tuhan, ia menginginkan pemuda itu lagi, tanpa topeng, tanpa penghalang, untuk memiliki pemuda itu lagi, dan menemukan pelepasan dalam selubung hangat milik pemuda itu.

Tampaknya, pria tanpa jiwa jni merasakan kembali adanya gairah, sesuatu yang mustahil menurut dirinya sendiri.

Mengangkat gelasnya dan bersulang sendiri, Taehyung terlarut dengan pikiranny dan tak menyadari sudah berapa lama waktu yang terlewati. Semuanya runyam, beberapa tahun ini ia telah kehilangan tunangannya dan semua rumor buruk tentangnya beredar kemana-mana.

Ia percaya itu adalah hukumannya, atas ketidakpeduliannya dan kegagalannya sebagai tunangan dan seorang pria. Harga mahal dan terlalu kejam, tapi Wonwoo memang tak memberinya waktu untuk bernegosiasi.

Taehyung menyadari tekad membalaskan dendam ini telah menyatu dengan darahnya. Ia akan menghadapi Mingyu, ia akan melakukannya dengan hati-hati san penuh kesabaran. Ia tidak berharap merasakan kepuasan ataupun gairah kemenangan dari aksi balas dendamnya.

Sial! pemuda itu telah membuatnya gelisah. Pemuda itu adalah seorang penggoda, jika ia tidak segera mengendalikan dirinya, entah apa yang terjadi. Keputusan bulat untuk mengetahui siapa dia. Disaat bersamaan, tubuh bagian bawahnya mengeras oleh kebutuhan yang tak tertahankan.

Ia akan mencari dan menemukan penggoda bertopeng itu dan menyelesaikan masalahnya. Taehyung mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia hanyalah sekedar masalah kenyamanan dan ketertarikan fisik.

Ia akan membuka topeng itu, lalu mulai menjalankan rencana balas dendamnya, untuk membebaskan dirinya dari masa lalu.

Malam ini pikirannya penuh oleh obsesi barunya pada pemuda itu, lalu melanjutkan acara minumnya yang tertunda. Kali ini harus menuntaskan kebutuhannya seorang diri, sambil mengenang bagaimana ahlinya pemuda amatiran itu memberikannya kenikmatan.

TBC~

hellowww again!

Aku datang dengan chapter terbaru, book ini emang cukup fast update karena ingin apresiasi antusias kalian terhadap book ku ini T-T

Jangan lupa komen apapun itu, apalagi masukan yang membangun, hehehe dan votenya untuk update kali ini,

Terima kasih,

sayang kalian banyak banyak

i purple u,

Swaggy

Share This Chapter