Bab 704
Ruang Untukmu
Bab 704 Dada Elan terasa menegang. Jauh di lubuk hatinya, dia tak pernah memikirkan usia neneknya dan selalu berharap agar dia berumur panjang. Namun, Hana sudah berusia 83 tahun ini. Kehidupan seseorang seperti lilin, dan akan selalu ada saatnya apinya padam. Benar saja, tak lama kemudian, beberapa dokter spesialis keluar dari UGD dengan ekspresi berat dan serius. Jelas bahwa Hana tak bisa diselamatkan lagi kali ini.
âBagaimana kabarnya, Robin?â Sabrina bertanya pada dokter yang paling depan.
âSetelah pemeriksaan yang kami lakukan, kami berpikir bahwa kami harus berhenti menyebabkan rasa sakit pada Nyonya Besar Prapanca. Terlebih lagi, dia juga telah siuman dan menolak permintaan operasi kami. Dia ingin melihat kalian semua sebagai gantinya.â
Sabrina tak bisa menahan air matanya, dan dia bertanya dengan suara serak, âBerapa banyak waktu yang tersisa?â
âSelain gagal jantung yang parah, banyak organnya juga tidak berfungsi dengan baik. Dia memiliki waktu paling lama dua hari lagi.â
Elán mengepalkan tinjunya. Hana hendak meninggalkan dunia, tapi dia tak bisa berbuat apaâapa.
Sabrina pun menoleh dengan sedih dan membenamkan diri dalam pelukan suaminya, dan suasana pun berubah muram. Di dunia ini, hal yang paling menyakitkan adalah mengucapkan selamat tinggal untuk selamanya kepada orang yang dicintai.
Saat itu, Tasya baru melangkah keluar dari lift. Ketika dia melihat sekelompok orang yang sudah memenuhi seluruh lorong, bahkan jika dia tak tahu apa yang sedang terjadi, suasananya telah membuat jantungnya berdebar dengan kencang, dan dia pun menatap ke arah suaminya. Mata Elan tampak memerah, dan ada sedikit air mata di matanya. Saat melihatnya, Tasya menyerahkan tasnya kepada Salsa sebelum dia segera berjalan dan memeluknya. Elan segera memeluknya eratâerat, suara tercekik pun keluar dari tenggorokannya.
Air mata Tasya menodai keralnya saat dia bertanya dengan lembut, âApa yang terjadi pada Nenek?â
âNenek sedang kritis,â jawab Elan dengan suara yang serak.
Mendengar hal itu, Tasya membiarkan air matanya jatuh tanpa suara.
Saat itu, seorang perawat sudah keluar dari kamar dan berkata, âNyonya Besar Prapanca ingin bertemu dengan Nyonya Tasya.â
Tasya buruâburu menjawab, âSaya di sini.â
Elan mengangguk padanya, dan Sabrina memberinya tepukan lembut. âPergilah.â
Ketika Tasya masuk ke dalam kamar, dia melihat hidung Hana sudah terhubung ke alat bantu napas, dan rambut putihnya membuatnya tampak jauh lebih lemah dari sebelumnya. Namun, matanya masih terlihat jernih.
âDatanglah,-Nak.â Hana mengulurkan tangannya ke arah Tasya.
Sambil menahan air matanya, Tasya duduk di samping tempat tidur, dan Hana memegang tangannya.
âKamu adalah anak yang paling saya khawatirkan.â
âNenek, kamu pasti akan sembuh.â Tasya menahan kesedihannya dan menghiburnya.
âSaya tahu waktu saya sudah habis. Jadi sekarang jangan bersedih. Saya tak akan menyesal.â Hana berpikiran terbuka. Ketika dokter ingin memperpanjang hidupnya lebih awal, dia langsung menolaknya.
Dia hanya ingin meninggalkan dunia dengan mudah daripada menggantinya dengan melewati rasa sakit akibat operasi dan kemudian pergi.
âNenek, apakah kamu punya sesuatu untuk dikatakan kepada saya?â Tasya memegang tangannya.
âSetelah saya pergi, semua urusan keluarga kita akan diserahkan padamu.â Hana menatapnya dengan ekspresi menyesal. âKetika saya memintamu untuk menikah dengan pewaris keluarga kami, saya ingin memberimu kehidupan yang baik.â
âNenek, saya mencintai Elan. Selama saya bisa bersamanya, maka saya bisa melakukan apa saja.â
Tasya meyakinkannya, tak ingin dia menyalahkan dirinya sendiri.
âSaat saya sudah meninggal, Elan hanya tinggal memiliki kamu dan bibinya saja.â Saat Hana berbicara, matanya sudah dipenuhi oleh air mata.
Saat melihatnya, Tasya juga tak bisa menahan air matanya. Sambil menyeka air matanya, dia pun menghibur Hana, âJangan khawatir, Nek, saya akan selalu berada di sisinya, dan saya tak akan pernah membiarkannya sendirian.â
Saat dia berbicara, Tasya terus menangis lebih keras sambil merasakan sakit yang menyakitkan untuk Elan. Begitu Hana pergi, dia akan menjadi orang yang paling menyedihkan karena orang tuanya sudah meninggal lebih awal ketika dia masih kecil, dan dia diasuh oleh neneknya. Tasya bahkan tak akan pernah bisa memahami betapa sakitnya perasaan Elan saat ini.
âSaya menyerahkan masalah keluarga kita padamu. Kamu juga harus kuat. Jangan biarkan siapa pun mengganggumu,â Perintah Hana.
Tasya mengerutkan bibirnya dan mengangguk. âBaiklah, saya akan melakukannya.â
Napas Hana menjadi berat, seolahâolah berbicara adalah pekerjaan yang sangat sulit baginya. Tasya pun segera menasehatinya untuk beristirahat, tetapi Hana berkata kepadanya, âPanggil Elan untuk masuk juga.â